Yin dan yang adalah suatu prinsip polaritas yang bergerak siklis dan progresif dalam mengembangkan kehidupan di dunia ini. Para Taoist mengilustrasikan prinsip ini dengan sebuah cerita menarik tentang seorang petani yang kehilangan kudanya. Di sore hari, seorang petani didatangi seorang tetangga setelah ia kehilangan kudanya. Tetangga itu mengatakan kepada petani bahwa ia mengalami nasib buruk. Petani tersebut mengatakan “mungkin saja.” Hari berikutnya kuda yang hilang kembali dan ia juga membawa bersamanya enam kuda liar. Tetangganya melihat hal tersebut dengan mengatakan bahwa sang petani sedang mengalami nasib baik. Petani tersebut mengatakan “mungkin saja.” Di hari berikutnya, anak sang petani mencoba menaiki salah satu kuda liar yang telah menjadi miliknya, namun ia terjatuh dan kakinya patah. Tetangganya kembali lagi dan mengungkapkan simpatinya atas tragedi yang menimpa anaknya. Petani tersebut kembali mengatakan “mungkin saja.” Hari sesudahnya, petugas wajib militer datang dan membawa semua anak laki-laki untuk dijadikan tentara, namun anak sang petani tidak dibawa karena patah kakinya. Sang tetangganya kembali datang dan mengungkapkan keberuntungan yang dirasakan sang petani. Petani tersebut juga mengatakan “mungkin saja.” Dari kisah ini, jelas sekali terlihat adanya keberuntungan dan ketidakberuntungan yang mengalir begitu saja tanpa harus dipikirkan atau direncanakan. Tidak ada yang bisa memastikan apakah sekarang atau esok manusia akan mengalami ketidakberuntungan atau keberuntungan. Semuanya Tao yang mengatur.
Dalam budaya Cina kuno, prinsip polaritas yin dan yang merupakan prinsip dasar kehidupan mereka. Kekuatan untuk dapat mempertahankan hidup dan kemudian mengembangkannya berasal dari pengolahan pengalaman dengan prinsip tersebut. Masa-masa penuh penderitaan yang terjadi tidak pernah membuat mereka kecewa atau frustasi, melainkan membuat mereka berpegang teguh pada harapan yang lebih pasti bahwa di suatu saat nanti akan ada kebahagiaan. Tujuan mereka mengembangkan prinsip ini adalah semata untuk mencari nafkah yaitu perhitungan dalam bertani dan bernelayan. Perhitungan ini dalam perkembangan selanjutnya berkembang menjadi pengetahuan menghitung hari, horoskop, dan lain sebagainya. Prinsip yang sudah sangat mendasar dalam kebudayaan Cina ini banyak dikembangkan oleh berbagai ajaran, terutama Taoisme. Lao Tzu tanpa memahami prinsip yin yang tidak akan mungkin mengajak manusia untuk kembali bersatu dengan alam. Yin yang dan Taoisme, secara filosofis dan praktis, bersifat saling melengkapi.
Secara literer yin, ,dan yang, , memiliki arti sisi gelap dan sisi terang sebuah bukit. Bukit yang disinari matahari pada pagi dan siang hari akan memunculkan sisi terang dan gelap. Yin dan yang adalah dua prinsip kehidupan yang saling melengkapi, saling tergantung, saling mempengaruhi, dan saling memberikan keharmonisan dalam setiap ruang hidup yang selalu berlawanan. Yin dan yang selalu diasosiasikan dengan prinsip feminim dan maskulin, lemah dan kuat, gelap dan terang, jatuh dan bangun, bumi dan langit, dan semacamnya.
Prinsip Yin-Yang juga merupakan suatu seni kehidupan orang-orang Cina. Seni ini terletak pada usaha menjaga keseimbangan yang satu dengan yang lain yang secara alami saling berlawanan. Alan Watts, dalam bukunya Tao: The Watercourse Way, memahami prinsip ini sebagai suatu negasi dan bukan suatu kontradiksi atau konflik. Prinsip ini pada dasarnya selalu menyangkal yang lain dan tidak memerangi. Orang-orang Cina dapat hidup seimbang dengan prinsip ini ketika mereka memahami gerak angin, pasang surut, ombak, cuaca, dan berbagai prinsip alam lainnya. Inilah hidup seimbang mengikuti alam. Manusia tidaklah bisa melawan alam, melainkan hanya bisa mengikuti dan mematuhinya. Dalam hal ini prinsip Tao, dengan li sebagai polanya, menjadi suatu jalan.
Pokok relasi antara yin dan yang disebut sebagai hsiang sheng, ,suatu pola saling mengembangkan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Lao Tzu dalam Tao Te Ching 2 juga mengungkapkannya.
Jadi, ada dan tidak ada, susah dan mudah, sebelum dan sesudah itu berbeda, namun tak dapat dipisahkan. Mereka adalah kesatuan yang saling tergantung. Juga, tak akan ada kemungkinan akhir di mana yang satu akan menang dari yang satunya lagi. Yin dan yang bagi Alan Watts dikonotasikan sebagai ‘lovers wrestling’ daripada ‘enemies fighting.’ Artinya yin dan yang bukan sama sekali ruang kosong, melainkan suatu ruang yang memiliki titik yang berlawanan yang saling mengisi dan melengkapi. Yin dan yang tidak pernah saling kalah mengalahkan, melainkan saling me-negasi seperti layaknya dua pribadi yang berlawanan jenis saling cinta. Maka dengan demikian, yin yang bukanlah suatu prinsip yang kosong sama sekali, melainkan suatu kung, suatu kekosongan yang memiliki makna. Pemahaman seperti ini sama seperti dalam Tao di mana yang ‘berwujud’ dan ‘tidak berwujud’ saling berperanan dalam mengembangkan kehidupan.
Alan Watts juga menambahkan bahwa prinsip yin dan yang tidak bisa disebut sebagai suatu dualisme. Prinsip ini adalah ekspresi dualitas akan kesatuan yang implisit. Kesatuan kedua prinsip ini tidaklah saling bertentangan, melainkan ada keterikatan cinta. Kemudian dengan adanya prinsip ini, manusia dapat semakin menyadari kekurangan dan kelebihannya sendiri. Manusia harus tahu dan belajar bekerja sama dengan alam jika manusia mau hidup dan berkembang. Prinsip yin dan yang membuat sadar manusia bahwa manusia dan alam adalah satu dan memiliki jalan yang sama, yaitu Tao.
Dalam budaya Cina kuno, prinsip polaritas yin dan yang merupakan prinsip dasar kehidupan mereka. Kekuatan untuk dapat mempertahankan hidup dan kemudian mengembangkannya berasal dari pengolahan pengalaman dengan prinsip tersebut. Masa-masa penuh penderitaan yang terjadi tidak pernah membuat mereka kecewa atau frustasi, melainkan membuat mereka berpegang teguh pada harapan yang lebih pasti bahwa di suatu saat nanti akan ada kebahagiaan. Tujuan mereka mengembangkan prinsip ini adalah semata untuk mencari nafkah yaitu perhitungan dalam bertani dan bernelayan. Perhitungan ini dalam perkembangan selanjutnya berkembang menjadi pengetahuan menghitung hari, horoskop, dan lain sebagainya. Prinsip yang sudah sangat mendasar dalam kebudayaan Cina ini banyak dikembangkan oleh berbagai ajaran, terutama Taoisme. Lao Tzu tanpa memahami prinsip yin yang tidak akan mungkin mengajak manusia untuk kembali bersatu dengan alam. Yin yang dan Taoisme, secara filosofis dan praktis, bersifat saling melengkapi.
Secara literer yin, ,dan yang, , memiliki arti sisi gelap dan sisi terang sebuah bukit. Bukit yang disinari matahari pada pagi dan siang hari akan memunculkan sisi terang dan gelap. Yin dan yang adalah dua prinsip kehidupan yang saling melengkapi, saling tergantung, saling mempengaruhi, dan saling memberikan keharmonisan dalam setiap ruang hidup yang selalu berlawanan. Yin dan yang selalu diasosiasikan dengan prinsip feminim dan maskulin, lemah dan kuat, gelap dan terang, jatuh dan bangun, bumi dan langit, dan semacamnya.
Prinsip Yin-Yang juga merupakan suatu seni kehidupan orang-orang Cina. Seni ini terletak pada usaha menjaga keseimbangan yang satu dengan yang lain yang secara alami saling berlawanan. Alan Watts, dalam bukunya Tao: The Watercourse Way, memahami prinsip ini sebagai suatu negasi dan bukan suatu kontradiksi atau konflik. Prinsip ini pada dasarnya selalu menyangkal yang lain dan tidak memerangi. Orang-orang Cina dapat hidup seimbang dengan prinsip ini ketika mereka memahami gerak angin, pasang surut, ombak, cuaca, dan berbagai prinsip alam lainnya. Inilah hidup seimbang mengikuti alam. Manusia tidaklah bisa melawan alam, melainkan hanya bisa mengikuti dan mematuhinya. Dalam hal ini prinsip Tao, dengan li sebagai polanya, menjadi suatu jalan.
Pokok relasi antara yin dan yang disebut sebagai hsiang sheng, ,suatu pola saling mengembangkan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Lao Tzu dalam Tao Te Ching 2 juga mengungkapkannya.
… yang ada dan yang tidak ada saling menciptakan.
Susah dan mudah saling mendukung …
Sebelum dan sesudah saling mengikuti …
Susah dan mudah saling mendukung …
Sebelum dan sesudah saling mengikuti …
Jadi, ada dan tidak ada, susah dan mudah, sebelum dan sesudah itu berbeda, namun tak dapat dipisahkan. Mereka adalah kesatuan yang saling tergantung. Juga, tak akan ada kemungkinan akhir di mana yang satu akan menang dari yang satunya lagi. Yin dan yang bagi Alan Watts dikonotasikan sebagai ‘lovers wrestling’ daripada ‘enemies fighting.’ Artinya yin dan yang bukan sama sekali ruang kosong, melainkan suatu ruang yang memiliki titik yang berlawanan yang saling mengisi dan melengkapi. Yin dan yang tidak pernah saling kalah mengalahkan, melainkan saling me-negasi seperti layaknya dua pribadi yang berlawanan jenis saling cinta. Maka dengan demikian, yin yang bukanlah suatu prinsip yang kosong sama sekali, melainkan suatu kung, suatu kekosongan yang memiliki makna. Pemahaman seperti ini sama seperti dalam Tao di mana yang ‘berwujud’ dan ‘tidak berwujud’ saling berperanan dalam mengembangkan kehidupan.
Manusia menyatukan jari-jari sebuah roda,
dan itu adalah pusat
yang dapat membuat sebuah kereta berjalan
…
kita bekerja dengan yang ada,
namun yang tidak ada adalah yang kita gunakan
dan itu adalah pusat
yang dapat membuat sebuah kereta berjalan
…
kita bekerja dengan yang ada,
namun yang tidak ada adalah yang kita gunakan
Alan Watts juga menambahkan bahwa prinsip yin dan yang tidak bisa disebut sebagai suatu dualisme. Prinsip ini adalah ekspresi dualitas akan kesatuan yang implisit. Kesatuan kedua prinsip ini tidaklah saling bertentangan, melainkan ada keterikatan cinta. Kemudian dengan adanya prinsip ini, manusia dapat semakin menyadari kekurangan dan kelebihannya sendiri. Manusia harus tahu dan belajar bekerja sama dengan alam jika manusia mau hidup dan berkembang. Prinsip yin dan yang membuat sadar manusia bahwa manusia dan alam adalah satu dan memiliki jalan yang sama, yaitu Tao.