Te selalu diartikan sebagai suatu realisasi atau ekspresi dari Tao dalam kehidupan sehari-hari. Te, bagi Alan Watts, memiliki kaitan dengan daya kekuatan (power) dan daya hidup (virtue) yang juga gaib dan penuh misteri. Te, menurut Wing Tsit-Chan, juga berarti ‘meraih atau mendapatkan.’ Lebih jelasnya, jika ada orang yang telah meraih atau mendapatkan Te, berarti ia telah bersatu dengan Tao. Kemampuan meraih Te merupakan kemampuan menjadi orang yang penuh daya (Te). Karakter setiap pribadi juga akan semakin jelas terlihat, jika Te mampu diperoleh. Te memberikan kepada setiap pribadi suatu kekhasan. Kalau Tao membawa manusia pada jalan yang benar maka Te membuat manusia memahami akan jalan tersebut. Manusia kemudian membentuk sikap untuk dapat menghadapi segala situasi, tentunya dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berasal dari dirinya dalam terang Tao. Hal ini terjadi demikian karena disitulah Te memiliki peranan. Te membuat yang satu khas dari yang lain. Salah satu bab dalam Tao Te Ching mengisahkan tentang Te demikian:
Bagi Lao Tzu, Te akan membawa manusia kepada cinta, kesederhanaan, dan kelemah-lembutan. Ketiga hal ini biasa disebut sebagai “harta karun” dunia. Ketiga hal ini juga disebut sebagai tiga daya hidup pokok manusia. Lao Tzu percaya bahwa dengan meraih Te ini, maka manusia akan memiliki sikap dan sifat pemberani, rendah hati, dan berjiwa pemimpin. Dengan cinta, manusia akan lebih mencintai bumi, yang merupakan tempatnya berada dan yang memberi kehidupan. Mencintai berarti juga memelihara dan merawat. Cinta harus berasal dari diri yang paling dalam karena dengan begitu tindakan manusia akan menjadi lebih otentik, misalnya tindakan manusia kepada pemerintah haruslah dengan wujud cinta pada hukum (taat); terhadap kata-kata atau janji-janji yang diucapkan, cinta terwujud dalam kesetiaan menepatinya; terhadap kesibukan aktivitas, cinta terwujud dalam kemampuan mengatur jadwal dengan baik; dan terhadap masyarakat, cinta terwujud dalam ungkapan-ungkapan kerendahan hati. Dengan kerendahan hati, manusia diharapkan dapat menjadi orang yang sabar, tidak membenci, lemah lembut, tidak mudah berprasangka buruk, dan dapat bersatu dengan lingkungan. Dengan berjiwa pemimpin, manusia diharapkan menjadi pemimpin yang adil, bermotif alami dalam setiap keputusan, dan berpengetahuan baik. Semua hal tersebut akan dimiliki jika Te telah memberikan kekuatannya dan jika manusia mau menerima Tao. “Maka dari itu seorang Guru peduli pada dirinya dengan kedalaman dan bukan kedangkalan, dengan buahnya dan bukan bunganya...”
Wing Tsit-Chan juga menambahkan bahwa Te selalu datang tanpa disadari. Te datang begitu saja tanpa ada gejala-gejala yang mendahului. Manusia akan mulai menyadari berperannya Te sama seperti ketika ia menyadari peranan warna-warni burung atau kupu-kupu dalam mempertahankan atau melindungi dirinya dari serangan. Te, dalam arti ini, membawa manusia pada perlindungan dan keselamatan manusia. Kekhasan ini bukanlah suatu usaha untuk menonjolkan diri yang disengaja atau pun suatu kutukan, melainkan suatu kekuatan besar yang tidak bisa dipahami. Untuk lebih mudahnya, Te merupakan daya hidup alami yang melekat dengan manusia. Dalam persatuan gerak dengan kealamian Te, kebijaksanaan dan kerendahan hati dengan sendirinya menjadi bagian dalam diri manusia.
Seorang Guru tidak mencoba untuk menjadi kuat;
ternyata ia benar-benar kuat.
Orang biasa selalu mencari kekuatan;
ternyata itu tidak pernah tercukupi...
ternyata ia benar-benar kuat.
Orang biasa selalu mencari kekuatan;
ternyata itu tidak pernah tercukupi...
Bagi Lao Tzu, Te akan membawa manusia kepada cinta, kesederhanaan, dan kelemah-lembutan. Ketiga hal ini biasa disebut sebagai “harta karun” dunia. Ketiga hal ini juga disebut sebagai tiga daya hidup pokok manusia. Lao Tzu percaya bahwa dengan meraih Te ini, maka manusia akan memiliki sikap dan sifat pemberani, rendah hati, dan berjiwa pemimpin. Dengan cinta, manusia akan lebih mencintai bumi, yang merupakan tempatnya berada dan yang memberi kehidupan. Mencintai berarti juga memelihara dan merawat. Cinta harus berasal dari diri yang paling dalam karena dengan begitu tindakan manusia akan menjadi lebih otentik, misalnya tindakan manusia kepada pemerintah haruslah dengan wujud cinta pada hukum (taat); terhadap kata-kata atau janji-janji yang diucapkan, cinta terwujud dalam kesetiaan menepatinya; terhadap kesibukan aktivitas, cinta terwujud dalam kemampuan mengatur jadwal dengan baik; dan terhadap masyarakat, cinta terwujud dalam ungkapan-ungkapan kerendahan hati. Dengan kerendahan hati, manusia diharapkan dapat menjadi orang yang sabar, tidak membenci, lemah lembut, tidak mudah berprasangka buruk, dan dapat bersatu dengan lingkungan. Dengan berjiwa pemimpin, manusia diharapkan menjadi pemimpin yang adil, bermotif alami dalam setiap keputusan, dan berpengetahuan baik. Semua hal tersebut akan dimiliki jika Te telah memberikan kekuatannya dan jika manusia mau menerima Tao. “Maka dari itu seorang Guru peduli pada dirinya dengan kedalaman dan bukan kedangkalan, dengan buahnya dan bukan bunganya...”
Wing Tsit-Chan juga menambahkan bahwa Te selalu datang tanpa disadari. Te datang begitu saja tanpa ada gejala-gejala yang mendahului. Manusia akan mulai menyadari berperannya Te sama seperti ketika ia menyadari peranan warna-warni burung atau kupu-kupu dalam mempertahankan atau melindungi dirinya dari serangan. Te, dalam arti ini, membawa manusia pada perlindungan dan keselamatan manusia. Kekhasan ini bukanlah suatu usaha untuk menonjolkan diri yang disengaja atau pun suatu kutukan, melainkan suatu kekuatan besar yang tidak bisa dipahami. Untuk lebih mudahnya, Te merupakan daya hidup alami yang melekat dengan manusia. Dalam persatuan gerak dengan kealamian Te, kebijaksanaan dan kerendahan hati dengan sendirinya menjadi bagian dalam diri manusia.