Friday, April 27, 2007

Lao Tzu dan Konfusius, Suatu Perbandingan

Semua orang di dunia ini memiliki potensi untuk menjadi bijak. Ungkapan ini merupakan ungkapan yang sangat ditekankan oleh Lao Tzu dan Konfusius. Ungkapan ini juga merupakan tujuan bagi para pengikut mereka dalam menggeluti dan menanamkan di dalam diri ajaran jalan kehidupan Lao Tzu dan Konfusius. Dengan menjadi bijak dapat diandaikan bahwa Lao Tzu dan Konfusius menekankan keinginan manusia untuk menjadi baik. Dua aliran ini sama-sama memberikan jalan untuk menjadi manusia yang baik dan bijaksana. Jalan yang harus mereka lewati merupakan jalan yang menolak kekerasan dan perang karena memang dilihat dari latar belakang berdirinya, mereka ingin membentuk kehidupan yang sama sekali jauh dari perang. Juga, dasar nilai yang ditanamkan oleh Lao Tzu dan Konfusius merupakan dasar nilai yang menjunjung tinggi kebaikan, kesetiaan, dan kedalaman hati.

Dalam perkembangan peradaban Cina, aliran Lao Tzu dan Konfusius berkembang dengan pesat dan menjadi dasar tindakan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dikatakan bahwa budaya dan tradisi Cina dapat berkembang karena peranan dua aliran ini. Jalan yang dikembangkan ini diakui dan dipercaya dapat memberikan keselamatan hidup. Lebih lagi, kedua aliran ini yang dibentuk oleh Lao Tzu dan Konfusius, memiliki dasar yang sangat berbeda, walaupun lahir dalam masa yang sama, yaitu di masa negara-negara berperang. Perbedaan ini oleh penulis akan lebih ditajamkan dengan membaginya menjadi empat kategori, yaitu perbedaan latar belakang, sifat-sifat ajarannya, cara bertindaknya, dan tujuan yang ingin dicapai ketika mendalami ajaran-ajaran tersebut.

Latar belakang ternyata juga menjadi perbedaan mendasar yang membuat Lao Tzu dan Konfusius amat terkenal dan diterima dalam masyarakat. Mereka lahir dan berkembang dalam dua situasi yang berbeda walaupun berada hampir dalam satu masa, yaitu masa negara-negara berperang. Aliran yang masing-masing dikembangkan merupakan suatu usaha solutif dari apa yang mereka alami semasa kecil dan dewasa, tentunya dengan analisa dan refleksi masing-masing soal manusia dan negara pada waktu itu. Lao Tzu diperkirakan lebih tua dari Konfusius, namun ajaran Lao Tzu merupakan tandingan ketika ajaran Konfusius berjaya.

Lao Tzu berasal dari Ch’u atau Ch’ien, suatu daerah yang berada di selatan Sungai Huang He. Ch’u merupakan daerah yang kecil dan tertekan oleh peperangan sehingga perkembangan kebudayaannya menjadi tidak terlalu kuat. Ia sendiri bekerja di perpustakaan buku-buku dan surat-surat kuno dan berharga di mana ia harus bersikap diam dan teliti. Hal ini membuatnya senang hidup menyendiri dan menyepi. Pengalaman hidup menyendiri di tempat kerja membuatnya menemukan jalan Tao. Juga, pengetahuan akan masa lampau menjadi bertambah setelah membaca dokumen-dokumen dan surat-surat kuno dan bersejarah. Maka tidaklah disangkal bila Lao Tzu dengan jalan Tao-nya mengajak manusia untuk bersikap melawan dan mengritik pemerintah dan menolak adanya suatu institusi yang sangat birokratif. Hal ini mungkin saja pengaruh dari masa kecilnya yang selalu dikelilingi suasana peperangan. Solusi dari rasa tertekannya adalah bersikap diam dan menyepi.

Sedangkan Konfusius adalah sebaliknya. Ia mengajak manusia untuk bersikap baik dan bekerja keras untuk ikut berpartisipasi bersama pemerintah. Ia juga mengajak manusia untuk menghormati leluhur. Konfusius lahir dan berkembang di negara Lu, suatu daerah yang berada di sebelah utara Sungai Huang He. Daerah ini merupakan daerah yang kuat dalam perekonomian dan pertahanan. Selain itu, ia juga berasal dari klan yang makmur dan sejahtera. Ia memang berkembang dalam situasi yang kuat sehingga tak heran ajarannya bertujuan mengajak manusia untuk mampu berjuang di dunia yang penuh liku dengan kecerdasan di bidang moral, tradisi, dan kebudayaan.

Dengan latar belakang lingkungan dan keluarga (klan) yang seperti disebutkan di atas, kita akui bahwa ada perbedaan di antara yang lemah dan yang kuat yang sama-sama memberikan solusi yang positif, ajaran Lao Tzu dan Konfusius. Dari yang kuat dan lemah tersebut dapat diketahui juga sifat-sifat ajarannya. Lao Tzu dalam jalan Tao mengajak pengikutnya untuk tidak bertindak dalam menghadapi segala sesuatu dengan pikirannya sendiri, melainkan menjadikan segala sesuatu tersebut selaras dengan alam. Kedamaian pikiran dan kelembutan jiwa merupakan usaha yang harus diperjuangkan. Maka tidak heran bila Taoisme memiliki sifat personal, tenang, lembut, selaras, dan bijaksana. Ajaran jalan Tao mengajak manusia untuk selalu selaras dengan alam. Maksudnya agar manusia tersebut mendapatkan transformasi ataupun pengetahuan lewat keselarasan tersebut dan bukan dengan mengolah dalam pikiran perbuatan baik dan buruk yang harus dilakukan. Tak ada unsur paksaan dalam melakukan cara bertindak Tao ini. Sifat-sifat seperti ini bertolak belakang dengan konfusianisme. Ajaran Konfusius bisa dikatakan sangat aktif, energik, sopan, maskulin, dan ditujukan untuk semua, yaitu negara, diri sendiri, leluhur dan orang tua. Dalam konfusianisme setiap orang wajib melakukan sesuatu demi yang baik. Mereka dituntut untuk ahli dalam hal moral dan mampu dengan baik beradaptasi dengan lingkungan sosialnya, terutama terhadap yang lebih tua. Maka pendidikan adalah hal yang penting dalam konfusianisme. Pendidikan ditujukan agar dalam bersikap dan berpikir mereka menjadi lebih sopan, cerdas, berbudi, dan bermoral. Kebenaran bagi konfusianis adalah sesuatu yang rasional dan berdasarkan tradisi.

Perbedaan selanjutnya adalah mengenai cara bertindak mereka. Yang satu, Lao Tzu, adalah wu wei dan yang lain, Konfusius, bertindak aktif. Ini suatu perbedaan antara yang pasif dan yang aktif. Dalam menanggapi pemerintah atau negara, Lao Tzu bersikap melawan dan menghindar terhadap institusi pemerintah yang berbelit-belit dan tidak jujur. Ia menyarankan agar pemerintah juga selaras dengan alam. Sedangkan Konfusius mengajurkan untuk bertindak membenahi pemerintah yang berbelit-belit dan tidak jujur tersebut. Dalam hal tradisi, Lao Tzu mengajak untuk menolak berbagai perayaan yang dibuat-buat dan mahal. Ia juga menolak adanya instrumen musik. Dengan wu wei ini, para Taois dapat benar-benar bersatu dengan alam tanpa memperhitungkan baik buruknya karena memang dengan bersatu atau selaras dengan alam adalah perbuatan baik yang akan menghasilkan manusia yang bermutu. Prinsip hidup wu wei tidak memerlukan berbagai pertimbangan. Saedangkan, konfusianisme mengartikannya berbeda. Konfusianisme menuntut adanya partisipasi bersama dengan pemerintah. Tindakan selaras dengan pemerintahan adalah tindakan yang didasari oleh prinsip-prinsip moral yang rasional. Tindakan ini menjunjung kemanusiaan dan demi kebutuhan dan kebahagiaan masyarakat secara keseluruhan. Konfusius menambahkan bahwa dengan bertindak secara bermoral dan demi kemanusiaan, seorang pribadi dapat menjadi mulia dan agung. Kebahagiaan akan selalu menjadi bagian dirinya. Prinsip seperti ini juga ditujukan dalam tradisi. Konfusius sangat menekankan manusia untuk menghormati orang tua dan leluhur. Dengan menghormati mereka, tindakan-tindakan manusia akan selalu diberkati dan akan menghasilkan kebahagiaan. Maka kekuatan tradisi dengan perayaan besar dengan musik yang meriah adalah perlu.

Perbedaan yang terakhir adalah mengenai tujuan yang ingin dicapai. Lao Tzu sangatlah menekankan manusia untuk dapat bersatu dengan alam dalam seluruh masa hidupnya. Tao manusia dan Tao alam harus bersatu untuk menciptakan hubungan yang harmonis. Untuk itu, kehidupan ideal menurut Lao Tzu adalah yang sederhana dan harmonis. Maksudnya adalah kehidupan yang terang, tanpa pamrih, meninggalkan kecerdikan, mengurangi egoisme, dan mematikan hasrat. Bagi Konfusius, tujuan hidup manusia adalah bersatu dengan langit (Tian) dan kebahagiaan. Kebahagiaan manusia menjadi kunci utamanya. Maka tidak heran perayaan besar dengan musik yang meriah menjadi mungkin karena disitulah para konfusianis melatih emosi dan hasrat dan kemudian menemukan kebahagiaan. Kehidupan ideal adalah hidup yang baik dan sejahtera dan itu muncul dari manusia dan bukan alam.

Dari berbagai perbedaan di atas dapat dikatakan bahwa Taoisme memang lebih berkonsentrasi pada manusia dan ketenangan jiwanya. Sedangkan Konfusianisme menekankan keteraturan sosial dan kehidupan yang aktif. Kedua aliran ini dikatakan saling bertolak belakang dan karenanya Taoisme disebut suatu kritik terhadap Konfusianisme.