Friday, April 27, 2007

Lao Tzu, sebagai pribadi

Sejarah mengenai Lao Tzu pertama kali diketahui lewat Ssu-ma Ch’ien, seorang sejarawan cina, yang menuliskan biografi Lao Tzu dalam bukunya “Records of the Historian” (shi-chi) pada 100 SM. Dalam buku tersebut dikisahkan diri Lao Tzu secara sederhana karena selama menjalani ajarannya ia hidup menyepi dari dunia yang membuat namanya tidak terlalu dikenal oleh masyarakat luas pada waktu itu. Kehidupan pribadi Lao Tzu memang dipenuhi dengan misteri. Ini dikarenakan ia tengah menghidupi jalan Tao yang membuatnya harus menyingkir dari dunia dan bersatu dengan alam. Ia sama sekali tidak meninggalkan jejak yang jelas. Hanya buku Tao Te Ching saja yang bisa diketahui dengan pasti. Maka, banyak sejarawan dan filsuf menuliskan biografi Lao Tzu sesuai dengan apa yang mereka temukan. Dalam tulisan ini, kita akan berfokus pada tulisan Ssu-ma Ch’ien tanpa bermaksud menghilangkan tulisan para ahli lainnya.

Ssu-ma Ch’ien menuliskan bahwa Lao Tzu diperkirakan lahir pada 600 atau 400 SM di sebuah negara bagian Ch’u, di kabupaten (district) K’u, kecamatan (county) Li, dan Desa (hamlet) Ch’ü-jen . Nama keluarga Lao Tzu adalah Li sedangkan namanya sendiri adalah Erh. Ia juga mempunyai sebutan atau gelar yaitu Tan. Ssu-ma Ch’ien sendiri merasa kurang yakin apakah Lao Tan yang legendaris adalah tokoh yang sama dengan Lao Tzu sang penulis Tao Te Ching . Umur Lao Tzu menurut Ssu-ma Ch-ien mungkin sekitar 150 tahun, namun beberapa orang mengatakan bahwa ia hidup hingga 200 tahun lebih. Usia yang sangat panjang ini diakui dan dipercaya dapat dicapai olehnya mengingat ia hidup di jalan Tao sebagai prinsip dasar hidupnya.
Ssu-ma Ch’ien dalam bukunya juga mengkaitkan Lao Tzu dengan dua nama yang identifikasinya kurang lebih sama. Mereka adalah Lao-Lai Tzu , seorang Taois yang diperkirakan pernah dikunjungi oleh Konfusius, dan Lao Tan , seorang ahli astronomi. Ketiga nama yang berbeda ini, menurut Ssu-ma Ch-ien, adalah satu orang yang sama. Nama Lao Tzu dalam buku Ch-ien memang penuh dengan misteri yang di kemudian hari akan selalu menjadi diskusi yang tidak pernah selesai. Dalam skripsi ini, penulis tidak menaruh perhatian lebih dengan perbedaan-perbedaan ini dan hanya akan lebih fokus pada hakekat manusia menurut Lao Tzu.

Menurut Ssu-ma Ch-ien, Lao Tzu dan Lao Lai Tzu adalah orang yang sama, meskipun beberapa ahli menganggapnya berbeda. Ia mengisahkan bahwa Lao Lai Tzu pernah dikunjungi oleh Konfusius. Setelah kunjungan tersebut, Konfusius mendapatkan pemahaman darinya tentang kehidupan yang lepas dari keangkuhan dan kemewahan duniawi semata saja. Ia pernah menasehati Konfusius untuk pensiun dari pekerjaannya di kerajaan. Lao Tzu juga disebut sebagai seorang tua, yang biasa membawa sekeranjang rumput liar. Sebutannya seperti itu sering dikaitkan dengan asal kata namanya, yaitu Lao yang berarti orang tua dan Lai berarti merumput. Sedangkan mengenai Lao Tan, para ahli sampai sekarang ini masih belum sepakat apakah Lao Tzu dan Tan adalah orang yang sama atau bukan. Hal ini diketahui dari sejarah yang menceritakan Tan yang mengunjungi Pangeran Hsien dari Ch’in pada 374 SM. Beberapa ahli sejarah menyatakan Tan adalah Lao Tzu, namun ada juga yang menyangkal pernyataan ini. Dalam tulisan ini, tokoh Tan dimasukan karena masuk dalam penelitian Ssu-ma Ch-ien.

Semasa mudanya, Lao Tzu pernah bertugas sebagai seorang pegawai kerajaan pada masa Dinasti Chou (1111-255 SM) di sebuah kantor penyimpanan dokumen-dokumen dan surat-surat kuno dan bersejarah. Dengan diterimanya di kantor seperti itu, dapat dipastikan kalau Lao Tzu merupakan seorang yang ahli dalam ilmu astrologi dan peramalan. Ia pun bertanggung jawab terhadap buku-buku suci dan rahasia. Dalam masa kerjanya, ia sudah mempraktekkan sebuah jalan hidup, yang kemudian dikenal sebagai aliran Taoisme. Keutamaannya merupakan buah dari refleksi hidupnya selama berada di dalam perpustakaan dokumen penting tersebut. Ia menekankan sebuah kehidupan yang jauh dari keinginan diri atau hasrat semata yaitu suatu kehidupan yang murni dan bersih. Pengetahuan seperti ini ia dapat dari pengalaman hidupnya yang kental dengan suasana kerjanya yaitu menekuni dokumen dan surat kuno. Ia ingin mengajak manusia kembali menghidupi Tao.

Dalam masa pensiunnya, ia mempraktekkan prinsip jalan dan keutamaan tersebut. Ia semakin menjalankannya secara radikal yaitu dengan menjauh dari dunia dan hidup di hutan. Lewat usahanya tersebut, ia dapat hidup panjang dan ini merupakan buah dari usahanya menjalankan prinsip-prinsip kehidupan yang dibuatnya. Jalan Tao muncul karena suatu protes terhadap manusia yang sangat peduli pada dirinya sendiri, yang menurut Lao Tzu merusak dirinya sendiri. Contoh yang paling konkrit pada masa itu adalah perang. Perang sangat dibenci Lao Tzu karena perang sangat mementingkan diri penguasa saja. Rakyat dengan perang menjadi semakin tepuruk dan menderita. Tidak ada kebahagiaan dan kedamaian yang didapat dari peperangan.

Manusia memang harus menemukan kebahagiaan, bukan kesuksesan. Ini didiapat dengan mengikuti jalan Tao, bersatu dalam gerak Tao. Ssu-ma Ch’ien mengatakan bahwa Lao Tzu dalam hidup di jalan Tao juga merupakan seorang pribadi yang sangat asketis. Ia hidup menyendiri terpisah dari dunia yang ramai, mungkin di dalam gua, dengan menekankan prinsip hidup wu wei, yaitu kesederhanaan, penuh kedamaian, ketenangan batin, dan kemurnian pikiran atau budi.

Menurut Lao Tzu, hidup mengikuti dunia dan berusaha memperbaikinya merupakan suatu penurunan atau kemunduran kehidupan. Ia menyatakan bahwa praktek hidup dalam jalannya bisa membantu memperbaiki kehidupan manusia di dunia ini. Maka ketika ia hendak pensiun, ia mengungkapkan praktek hidupnya tersebut di atas kertas sebanyak 5000-an kata. Usaha ini sebenarnya dibuat atas permintaan Yin-hsi, seorang penjaga gerbang. Ide yang tertuang dalam satu buku tersebut yang kemudian dipisah menjadi dua bagian, yaitu jalan (Tao) dan daya hidup (Te), yang merupakan refleksi Lao Tzu mengenai kehidupan dan cara menanggapi kehidupan tersebut. Buku ini kemudian dikenal dengan kitab Tao Te Ching. Isi kitab ini berupa prinsip-prinsip dan hukum-hukum untuk kehidupan manusia agar tetap selaras dengan sesama dan alam.

Lao Tzu, secara psikologis, mengembangkan jalan Tao ini dikarenakan ia berkembang dalam dunia yang lemah dan tak berdaya. Lingkungan daerahnya yang miskin dan kecil mendasarkan ajarannya untuk bersikap lembut dan selaras dengan alam. Ia tidak mengajak pengikutnya untuk mampu mengintrospeksi diri dan kemudian memperbaiki apa yang telah diperbuatnya. Ia juga tidak mengajak orang untuk berjuang meraih impian di masa depan. Kesatuan dan keselarasan dengan alam adalah tujuannya. Dalam kesatuan tersebut kebahagiaan akan ditemukan.

Solusi yang digunakan Lao Tzu dalam memperbaiki negara adalah menghindar dari struktur pemerintahan karena oknum-oknum dalam dinastilah sumber utama ketidakberesan. Merekalah yang menciptakan adanya peperangan. Menurutnya jalan hidup sederhana ini adalah solusi tepat agar dinasti bisa maju dan berkembang dengan saling menghargai dan menghargai martabat manusia. Pada waktu buku Tao Te Ching ini ditulis, Dinasti Chou memang sedang mengalami masa kemunduran. Jika dinasti ingin terus bangkit, dinasti harus mengurangi peranannya dalam masyarakat. Dinasti tidak boleh terlalu ikut campur. Biarkan saja segalanya berjalan seperti adanya.

Nama Lao Tzu sebagai pribadi selalu dikenang sepanjang masa. Para konfusianis mengenangnya sebagai seorang filsuf yang dihormati, di mana Konfusius sendiri juga mengaguminya dan mengkonotasikannya seperti seekor naga yang dengan lihai terbang menembus awan dan angin. Masyarakat luas juga mengenangnya sebagai seorang suci atau dewa. Para Taoist sendiri menyatakan bahwa Lao Tzu adalah emanasi dari Tao.